Dalam bukunya Tarich Atjeh dan Nusantara, HM Zainuddin menyebutkan beberapa sumber yang penulis simpulkan sebagai berikut:
Lebih kurang 400 tahun masehi, pedagang Arab menamakan sebuah
daerah di Kampung Pande sekarang dengan sebutan Ramli (Ramni). Sementara
pelancong tionghoa menamakan daerah ujung sumatra ini dengan beberapa
nama, misalnya; Lan-li, Lan-wu-li, Nan-wu-li, Nan-poli untuk menyebut
nama melayu Lam Muri. Sementara Penjelajah Marco Polo dengan logat
Eropanya menyebut daerah ini dengan Nama Lambri.
Saat Bangsa Portugis dan Italy datang memulai perdagangannya di
Nusantara, nama-nama tersebut berubah seiring bergantinya generasi.
Pedagang Eropa tersebut lebih senang menyebut dengan beberapa nama
seperti; Achem, Achen, Acen. Sementara pedagang dan Pendakwah Arab
menyebut Asji, Dachem, Dagin, Dacin. Sementara Saudagar Inggris agak
sedikit berbeda di penulisannya, yaitu; Atcheen, Acheen. Sumber Belanda
mempunyai daftar nama yang teratur yang menjadi rangkaian perubahan nama
menjadi nama sekarang, yaitu nama Achem, Achim, Atchin, Atchein, Atjin,
Atsjiem, Atsjeh dan akhirnya Atjeh.
Serangkaian penyebutan itu sebenarnya mempunyai makna dan daerah
penyebutan yang sama, namun logat dan distribusi berita dari satu
pedagang ke pedagang lain membuat perubahan sedikit dalam penyebutannya.
Sementara dari sumber melayu, nama daerah ini disebut dengan nama
Atjeh. Sumber ini berupa Tarich Melayu, Sarakata(surat-surat lama Aceh),
mata uang, emas dan lain-lain.
CATATAN DARI ASA
CATATAN DARI ASA
Jika ditelisik lebih dalam ke sumber lengkap, ada beberapa sumber
yang dapat dipercaya, yaitu: Tarich Kedah yang menyebut nama Atjeh sudah
ada sejak tahun 1220 M (571 H), jauh sebelum Iskandar Muda memerintah
Aceh Darussalam. Namun, ada naskah lama (301 M) yang menyebut daerah
barat Aceh dengan nama Barosai untuk menyebut daerah Barus.
CERITA DONGENG
Cerita pertama berasal dari Seorang Belanda Van Langen yang mendengar
cerita tua yang menceritakan bahwa dahulu, sebuah Kapal dari Gujarat
mendarat di Aceh dan merapat ke sebuah sungai yang indah, yang mereka
sebuat dengan Tjidaih (cantik). Anak-anak buah kapal tersebut naik ke
darat dan singgah di kampung Pande (Ramni). Saat itu turun hujan lebat
dan mereka berteduh di pohon-pohon kayu. Saat hujan itulah, alam
didaerah tersebut menampakkan kebesaran Allah dan mereka terkagum-kagum
dengan menyebutkan : “acha...acha...acha...”, yang artinya:
“indah...indah...indah...”. dari kata Acha itu, nama ini kemudian
mengalami metamorfosa menjadi Atjeh..
Cerita lain yang agak aneh adalah cerita dari buku bangsa pegu
(Hindia Belanda) yang menceritakan perjalanan budha ke Indo Tjina dan
kepulauan melayu. Ketika sang budha berdiri tegak di sebuah gunung di
ujung Sumatra, keluar cahaya berbagai warna dari tubuhnya, sehingga
orang-orang yang melihat yang menyebut dan memanggilnya dengan takjub:
“Acchera Vata” (Alangkah Indahnya). Dari penyebutan itulah timbul nama
Aceh. Adapun gunung yang disebut itu adalah Gunung Ujung Teungku di Batu
Putih yang saat portugis menyerang Aceh, gunung itu dimeriam olehnya
dan sekarang tidak terlihat lagi.
Ada lagi sebuah legenda yang menceritakan bahwa nama Aceh berasal
dari sebuah Daun yang hidup di daerah dan masa tersebut. Seperti
sejarah nama-nama daerah lain, tumbuhan-tumbuhan yang hidup di masa itu
menjadi inspirasi masyarakat di jaman tersebut untuk menyebut nama
daerahnya. Sementara itu ada juga sumber yang menyebutkan Aceh berasal
dari kata Atji yang berarti adik, cerita ini bermula dari seorang raja
Hindu, Harsha yang mencari adiknya yang hilang ke daratan ujung Sumatra.
Sang raja berasal dari dinasti Gupta. Oleh karena perang yang
berkecamuk di daerahnya, sang adik yang telah kehilangan ayah dan
suaminya dalam perang melarikan diri ke daratan sumatra. Sang Kakak yang
setelah perang diangkat menjadi Raja, berjanji tidak akan memangku
jabatan itu sebelulm ia menemukan adiknya.
Pelarian putri raja dan ekspansi sang kakak dalam mencari adik
inilah yang bisa menjadi indikator adanya kerajaan Hindu yang tersebar
di pesisir pantai ujung sumatra. Pengiriman tentara besar-besaran telah
mengakibatkan hubungan antara pendatang dan penduduk sekitar terbina
dengan baik sehingga kita akhirnya mengenal didirikannya kerajaan Hindu
Indrapuri. Hal ini pula yang mengakibatkan, sebagian ritual adat di Aceh
sekarang, masih berbau adat hindu karena memang sebagian besar nenek
moyang kita beragama hindu sebelum Islam datang menyebarkan ajaran.
Sekian beberapa cerita tentang asal usul nama Aceh. Penulis merasa,
postingan ini dapat menjadi awal dari blog dan kedepannya penulis dapat
berbagi sejarah kembali. Untuk the next, kita akan bicara nama-nama
asing yang pernah disebut untuk mengidentifikasi daerah pantai ujung
sumatra ini dan bagaimana Hindu masuk ke daerah ini.
Sumber
Jurnalis JH Blog
0 komentar:
Posting Komentar