"...Seperti tersembunyi dibalik debu sejarah, tidak banyak yang tahu bahwa Aceh dan Kota Salem, Massachusetts, Amerika Serikat mempunyai hubungan yang sangat erat di masa lampau..."
Oleh Abdul Razak M.H. Pulo (*
Terkhusus dalam hal perdagangan lada. Sanking eratnya, hingga logo Kota Salem pun menggunakan simbol-simbol Aceh. Benarlah Aceh punya sejarah gilang gemilang di masa lalu.
Berawal dari sebuah tag di Facebook oleh teman saya, Safar Manaf, saya tertarik menelusuri lebih lanjut bagaimana hubungan antara Aceh dengan Salem. Atau lebih layak dikatakan hubungan Aceh dengan Amerika Serikat pada waktu itu, mengingat hal-hal yang terjadi di kemudian hari melibatkan Pemerintah Amerika Serikat dibawah pimpinan Presiden Jackson.
Safar Manaf dalam blognya menulis secara singkat mengenai sejarah Kota Salem. Uraian sejarah tersebut bisa diakses dengan mengklik tab “City Seal” (lambang kota) - *disni] pada website kota Salem. Berikut adalah terjemahan versi Safar Manaf terhadap teks tersebut:
“Pada tahun 1654 (Masa pemerintahan Sultanah Safiatu'ddin), Elihu Yale mengirim dua karyawannya ke Atjeh, kerajaan merdeka termegah di Sumatera, untuk menjalankan perdagangan lada. Muatan lada terakhir memasuki Salem, Massachusetts dari Sumatera pada 6 November 1846 (Masa pemerintahan Sultan Sulaiman Syah), diangkut oleh kapal Lucilla. Salem telah memegang peranan utama dalam perdagangan lada sejak Pemimpin Salem memulai bisnis ini. Begitu pentingnya posisi Salem saat itu, seratus tahun (se-abad) kemudian, orang-orang di Australia masih menyebut biji merica dengan panggilan “lada Salem”.
Lambang Kota Salem, Massachusetts |
Kenyataannya, Jika kita menelisik kembali lambang kota Salem, kita akan menemukan gambaran seorang Atjeh.
Pada puncak perdagangan lada, Dewan Kota memerintahkan untuk menciptakan sebuah segel yang menggambarkan “Sebuah kapal yang sedang berlayar, mendekati pantai yang digambarkan dengan seseorang yang berdiri di antara pepohonan di mana kostumnya menunjukkan wilayah tersebut adalah bagian dari Hindia Timur", motto ‘Divitis Indiae usque ad ultimum sinum’ … yang berarti “Menuju pelabuhan terjauh di Timur yang kaya…”
Pada puncak perdagangan lada, Dewan Kota memerintahkan untuk menciptakan sebuah segel yang menggambarkan “Sebuah kapal yang sedang berlayar, mendekati pantai yang digambarkan dengan seseorang yang berdiri di antara pepohonan di mana kostumnya menunjukkan wilayah tersebut adalah bagian dari Hindia Timur", motto ‘Divitis Indiae usque ad ultimum sinum’ … yang berarti “Menuju pelabuhan terjauh di Timur yang kaya…”
George Peabody, anak dari pedagang lada yang disegani, dan dia sendiri juga memiliki kapal pengangkut lada, melukis desain seorang pria memakai serban merah rata, celana panjang merah dan ikat pinggang merah, jubah kuning sebatas lutut dan baju luar warna biru. Tidak ada masyarakat lain di Hindia Timur yang memiliki pakaian semirip ini yang lebih mendekati selain masyarakat Atjeh, dan mungkin itulah maksudnya.
Hanya dokumen resmi kota Salem yang dibenarkan memakai Lambang kota tersebut. Adalah termasuk pelanggaran hukum Negara dan Peraturan Lokal, jika memakai lambang ini pada hal-hal yang tidak berhubungan dengan urusan resmi Kota Salem. Pegawai Kota adalah penjaga Emblem Kota.
Perdagangan, bisnis, di manapun dan kapanpun ternyata menyimpan intrik-intrik yang bisa menghancurkan hubungan yang terbina baik sejak lama. Keinginan untuk mengeruk keuntungan pribadi dan politik dagang telah membuat hubungan Aceh dan Amerika Serikat retak.
Salem Harbor, oil on canvas, Fitz Hugh Lane, 1853.Museum of Fine Arts, Boston. |
Aceh pernah digempur Amerika Serikat akibat politik dagang dan provokasi Belanda. Pelabuhan Kuala Batu di Susoh, Aceh Selatan rata dengan tanah. Menurut M Nur El Ibrahimy dalam buku Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh, setiap tahun diangkut sekitar 42.000 pikul atau sekitar 3.000 ton. Pusat perdagangan itu di Pelabuhan Kuala Batu, Susoh.